TEMA
Mempersaksikan Allah dalam Karya Nyata
TUJUAN
Jemaat mengerti panggilan hidupnya sebagai domba yang telah menerima penggembalaan dari Tuhan.
DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Kisah Para Rasul 2: 42-47
Tanggapan : Mazmur 23
Bacaan II : 1 Petrus 2:19-25
Bacaan III : Yohanes 10:1-10
DAFTAR AYAT PENDUKUNG LITURGIS
Berita Anugerah : 1 Petrus 2:19-25
Petunjuk hidup baru : Kisah Para Rasul 2:42-47
Persembahan : Roma 12:1
DAFTAR NYANYIAN LITURGIS
Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 17:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 367: 1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 283:1-3
Nyanyian Persembahan : KJ 407:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 415:1
Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPJ 17:1-3
Kidung Panelangsa : KPJ 112:1-3
Kidung Kasanggeman : KPJ 74:1-3
Kidung Pisungsung : KPJ 184:1-
Kidung Pengutusan : KPJ 436:1
DASAR PEMIKIRAN
Setelah Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi, Ia tidak meninggalkan dunia berjalan sendiri. Sebaliknya, Ia terus terlibat di dalam kehidupan umat-Nya dan di dalam pemeliharaan ciptaan-Nya. Allah tidak seperti seorang ahli pembuat jam yang hanya membuat lalu membiarkan jam itu berjalan sendiri. Ketika menciptakan semesta, Allah adalah Bapa dan Gembala yang penuh kasih yang senantiasa memelihara apa yang telah diciptakan-Nya. Perhatian Allah yang terus-menerus atas ciptaan dan umat-Nya secara doktrin disebut pemeliharaan Allah. Penyataan alkitabiah menunjukkan bahwa pemeliharaan Allah bukan sebuah doktrin abstrak, tetapi berlaku untuk kehidupan sehari-hari di dalam dunia yang jahat dan berdosa.
Mengatakan bahwa Allah mengizinkan penderitaan tidak berarti bahwa Allah menyebabkan semua kejahatan yang kita alami di dunia ini, atau bahwa Dia secara pribadi menetapkan semua tragedi dalam kehidupan ini. Allah tidak pernah menyebabkan kejahatan atau ketidaksalehan. Sekalipun demikian, kadang-kadang Ia mengizinkannya terjadi, mengarahkannya dan menguasainya supaya mengerjakan kehendak-Nya, melaksanakan maksud penebusan-Nya, dan di dalam segala sesuatu mendatangkan yang baik bagi mereka yang setia kepada-Nya
KETERANGAN BACAAN:
Kisah Para Rasul 2: 42-47
Kisah Para Rasul 2: 42-47 merupakan rangkuman kehidupan nyata sehari-hari komunitas Kristen perdana di Yerusalem. Sebagian besar kegiatan yang digambarkan sebagai ciri kehidupan komunitas perdana tersebut tidaklah terlalu kontroversial sebab apa yang dilakukan juga seringkali ada dalam kehidupan umat Kristen sepanjang sejarah. Hal itu khususnya terjadi dengan uraian pembuka dari ayat 42. Mengajar, bersekutu, makan bersama, dan berdoa telah menjadi praktik Kristen yang umum selama berabad-abad. Dua kegiatan yang ada di tengah ini mungkin sangat penting, yaitu bersekutu (Yunani: koinonia) dan makan bersama. Kedua hal ini sudah menjadi hal yang biasa bagi komunitas Kristen sepanjang sejarah.
Mengajar dan berdoa juga merupakan kegiatan gereja yang akan selalu ada. Ada beberapa perdebatan tentang kegiatan ketiga dan keempat: Apakah "memecahkan roti" merujuk secara khusus pada perjamuan Tuhan (perjamuan kudus) atau mengacu pada berbagi makanan biasa? Jawabannya mungkin keduanya karena 1 Korintus 11: 17-34 menunjukkan bahwa perjamuan Tuhan dirayakan sebagai bagian dari makanan biasa di gereja mula-mula. Butir keempat mengatakan "doa," bukan sekadar "doa" sebagaimana beberapa terjemahan memilikinya. Hal ini mungkin merujuk pada doa-doa yang ditetapkan yang terjadi di Bait Suci (lihat Kisah para Rasul 3: 1).
Ayat 46-47a memberikan deskripsi tambahan yang serupa tentang kehidupan komunitas tersebut, mengulangi gagasan persekutuan mereka dan berbagi makanan, sambil menambahkan pujian mereka kepada Allah dan niat baik yang dialami oleh mereka di antara orang-orang lain. Yang terakhir mungkin mengejutkan, karena stereotip yang umum pada waktu itu bahwa orang Kristen mula-mula terus-menerus menjadi bahan ejekan dan cemoohan.
Ayat 43-45 cenderung menimbulkan diskusi lebih banyak. Ayat 43 menggambarkan mujizat yang dilakukan dalam komunitas. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan apakah dan sejauh mana kegiatan ajaib harus menjadi ciri kehidupan Kristen dewasa ini. Yang harus ditegaskan adalah bahwa Allah sendirilah sang penggagas dan pelaku mukjizat. Allah melakukan mujizat itu melalui para Rasul. Penampilan mujizat bukan terutama karena kemauan manusia, meskipun orang mungkin masih bertanya mengapa mujizat terjadi di satu tempat dan bukan di tempat lain.
Banyak orang percaya merindukan "masa lalu yang indah" sebagaimana komunitas Kristen perdana di Yerusalem di atas. Namun konteks kita sudah jauh beda dengan jaman para Rasul. Kita tetap memiliki Allah yang sama dengan zaman para rasul sehingga pertanyaan mendasarnya adalah seberapa besar semangat pengabdian yang hendak kita tunjukkan? Apakah Allah akan memakai hidup kita untuk mau berbagi dan mengadakan mujizat?
Mazmur 23
Dalam konteks Israel kuno, seorang raja dipandang sebagai gembala (ayat 1-4) dan sebagai sebagai seorang tuan rumah (ayat 5-6). Tuhan Allah sebagai Raja Israel merupakan Gembala yang setia menyediakan makanan dan minuman bagi domba-dombanya, dan terus-menerus merawat mereka. Dia menyegarkan dan menghidupkan kembali kehidupan kita (“jiwa”, ayat 3), dan membimbing kita dengan cara yang saleh (“jalan yang benar”). Bahkan ketika domba dilanda dan ditimpa kejahatan ("lembah paling gelap", ayat 4), domba tidak perlu punya rasa takut. "Gada" Allah (pertahanan melawan serigala dan singa) melindungi domba; “tongkatnya” (ayat 4, untuk menyelamatkan domba dari belukar) membimbing domba.
Pesta yang diselenggarakan sang Gembala (ayat 5) bahkan lebih mengesankan, dengan melimpahnya hidangan dan anggur di hadapan musuh-musuhnya. Para domba secara penuh diurapi dengan minyak (simbol kekuasaan dan pengabdian untuk tujuan suci). Semua itu menimbulkan syukur dan harapan baik bagi kehidupan para domba sebab "kebaikan dan kemurahan Tuhan" (ayat 6) serta cinta yang teguh dari Gembala akan terus mengikuti jalan para domba sepanjang hidupnya. Oleh karena itu layaklah para domba akan terus diam di Rumah Allah selama dia hidup.
1 Petrus 2: 19-25
Tampaknya para pembaca surat 1 Petrus dipandang lebih rendah secara sosial oleh tetangga-tetangga mereka. Penulis telah menasihati mereka untuk "berperilaku terhormat". Ayat 12 menyatakan, “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.” Kehidupan etis mereka akan mengundang tetangga mereka untuk memeriksa cara hidup Kristen.
Sebagai "hamba-hamba Allah" (ayat 16), mereka telah "bebas" dari beban dosa. Namun, mereka harus menggunakan kebebasan ini untuk kebaikan. Kata yang diterjemahkan sebagai "pelayan" juga berarti/hamba/budak. Jadi apa yang penulis katakan sekarang berlaku sama untuk orang Kristen yang waktu itu berstatus sebagai budak dan orang Kristen lainnya. Gereja mula-mula tidak melihat kejahatan yang melekat dalam perbudakan. Semua orang Kristen meskipun sebagai budak mereka bebas secara rohani dan menjadi anggota ”keluarga orang percaya” (ayat 17).
"Budak" (ayat 18) harus mematuhi tuan mereka, apakah mereka perhatian dan peduli atau "keras". Dipukuli karena melakukan kesalahan adalah hal yang wajar, tetapi Allah memperhatikan ketika para budak menanggung kesengsaraan yang bukan karena sebuah kesalahan. Mengenai hal ini, Kristus adalah "teladan" dalam kitab Yesaya sering dilihat sebagai prediksi peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus. Yesaya 53:5-9 menubuatkan penderitaan dan kematian Yesus. Ketika "dilecehkan" (ayat 23) ia mempercayakan diri-Nya kepada pemeliharaan Allah, "yang akan menghakimi dengan adil”. Penerima dan pembaca surat 1 Petrus ini adalah orang-orang yang telah mengubah kehidupan mereka dengan menerima Kristus sebagai Gembala dan pemelihara jiwa (ayat 25a). Gambaran Allah sebagai “gembala” dan umat-Nya sebagai domba juga kita temukan dalam mazmur hari ini dan dalam Injil, Yesus adalah gembala.
Yohanes 10: 1-10
Dalam Bab 9, Yesus telah membangkitkan kemarahan beberapa pemimpin agama dengan memberikan penglihatan kepada orang buta pada hari Sabat. Beberapa dari mereka telah mendengar Yesus berkata, "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta" (9:39). Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya, "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?" (9:40). Yesus menjawab, "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu" (9:41). Hal itu jelas telah menempelak para pemimpin agama sebab selama ini para pemimpin agama berpikir bahwa diri mereka layak di mata Allah.
Sekarang Yesus menggunakan metafora untuk mempertegas maksud tindakan-Nya. Di Palestina, domba milik penduduk desa berkeliaran bebas di siang hari tetapi dikurung di kandang pada malam hari, untuk melindungi mereka dari pemangsa. Setiap pagi, setiap gembala memanggil domba-dombanya dan kemudian mengikutinya ke padang rumput. Sementara ketika “perumpamaan itu” (ayat 6) belum dipahami oleh para pemimpin agama, perumpamaan itu belumlah memicu kemarahan. Baru ketika perumpamaan itu dipahami akhirnya membuat para pemimpin agama marah sehingga mereka mencoba melempari Yesus dengan batu (ay. 31). Di dalam ay. 39 dan 40 juga ada niat untuk menangkap Yesus. Akan tetapi Yesus luput dari tangan mereka. Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ.
Di dalam bacaan dinyatakan bahwa Yesus adalah "gerbang". Jadi mungkin pencuri dan bandit yang dimaksud adalah pemimpin agama Yahudi. Yesus, baik sebagai "penjaga gerbang" (ayat 3) dan sebagai "gembala" (ayat 2) adalah pemimpin sejati. Dia memanggil orang yang setia untuk mengikutinya (ayat 4) karena domba-domba tidak mengikuti "orang asing" (ayat 5)). Orang-orang mendengarkan Dia dan bukan kepada “orang-orang Farisi” ( 9:40), “semua yang datang sebelum aku” (ayat 8). Dia adalah satu-satunya "gerbang" (ayat 9) menuju "kehidupan" yang kekal (ayat 10), menuju kebebasan dan untuk pemeliharaan yang tak terkira, yang digambarkan dengan menemukan padang rumput serta makanan yang berlimpah.
POKOK DAN ARAH PEWARTAAN
1. Allah sebagai Gembala dan pemelihara jiwa merupakan satu pokok keyakinan yang senantiasa dibutuhkan oleh setiap orang percaya dalam segala situasi hidup.
2. Keyakinan akan Allah sebagai Gembala membuat orang percaya terdorong untuk selalu menggunakan kebebasannya secara benar dan bertanggung jawab.
3. Sebagai domba yang telah menerima pemeliharaan sudah sepantasnya memberikan pengabdiannya secara maksimal bagi hormat dan kemuliaan Sang Gembala sejati.
KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA
MEMPERSAKSIKAN ALLAH DALAM KARYA NYATA
Saudara yang terkasih dalam Kristus,
Mari kita nyanyikan lagu populer ini:
Tuhan adalah Gembalaku Tuhan adalah Gembalaku Takkan kekurangan aku Ia membaringkan aku Di padang yang berumput hijau Ia membimbingku ke air yang tenang Ia menyegarkan jiwaku Ia menuntunku di jalan yang benar Oleh kar'na nama-Nya Sekalipun aku berjaland dalam lembah kekelaman Aku tidak takut bahaya Sebab Engkau besertaku Gada-Mu dan tongkat-Mu Itulah yang menghibur aku
Ia membimbingku ke air yang tenang Ia menyegarkan jiwaku Ia menuntunku di jalan yang benar Oleh kar'na nama-Nya Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman Sebab aku akan diam dalam Rumah Tuhan sepanjang masa
Apakah yang kita rasakan saat kita menghubungkan syair lagu itu bagi hidup kita sehari-hari?
Sudah sangat jelas bagi kita bahwa gambaran tentang Allah sebagai Gembala adalah gambaran yang sangat menghibur. Akan tetapi, pernahkah kita membayangkan bahwa gambaraan Allah sebagai Gembala tidak hanya punya efek yang menghibur kita. Gambaran itu sekaligus mengganggu dan menggelisahkan sebab gambaran Allah sebagai Gembala itu adalah gambaran yang menunjukkan sisi gelap kehidupan orang percaya sebagai domba dan sisi gelap kehidupan Yesus sebagai Gembala. Ada visi kehidupan iman yang lebih gelap dan lebih kompleks.
Di dalam bacaan Injil hari ini, tercermin bagaimana kehidupan domba juga menghadapi bahaya. Ada gambaran tentang pencuri yang masuk dengan memanjat tembok dan menyelinap di antara para domba, dll. Siapa pencuri dan perampok yang dimaksud? Apakah selama ini hal itu juga diperhatikan dalam hidup kita sebagai domba Allah? Atau kita tidak pernah peduli? Ataukah kita mengira bahwa pencuri dan perampok hanya ada pada zaman Yesus? Atau kita berkata “wah itu kan perumpamaan”. Iya, memang itu perumpamaan. Namun kita perlu mengerti dan memahami dengan jelas apakah sikap dan karakter dari pencuri dan perampok ada juga di komunitas kita? Sikap orang farisi dan pemimpin agama yang ingin menangkap dan melempari Yesus dengan batu masih ada di kandang domba?
Gambaran kedua terdapat dalam Kisah Para Rasul. Jemaat rela memberikan semua barang demi mendukung persekutuan. Apakah Saudara rela melakukan hal yang sama di zaman ini? Semua barang Saudara? Segala sesuatu milik Saudara? Nyatanya kita enggan berbagi. Kita tidak peduli kepada yang memerlukan, kepedulian kita terpendam oleh jiwa materialistis kita. Ya, hal ini sangat serius.
Bapak Ibu dan Saudara tidak hanya harus waspada tentang pencuri dan perampok dalam kandang domba. Bapak ibu Saudara tidak hanya peduli soal pengabdian kepada Allah melalui apapun yang kita miliki. Tidak hanya peduli pada sikap egoisme sempit dan kuatnya budaya materialistis.
Gambaran ketiga terdapat dalam bacaan 1 Petrus, yaitu tentang menanggung penderitaan. Mungkin sebagian besar dari kita akan mengatakan bahwa hal-hal itu wajar-wajar saja. Normal dan alamiah. Semuanya itu masuk akal: jika Saudara melakukan hal-hal buruk, Saudara akan menderita, Saudara harus menanggungnya. Saudara harus gentleman. Memang itu masuk akal dalam asas lex talionis, mata-ganti-mata, gigi ganti gigi. Namun bagaimana jika Saudara berbuat baik dan Saudara menderita? Saudara harus menanggungnya sebagai upaya meneladan Kristus. Bisakah Saudara menerimanya? Bisakah kita tetap yakin Yesus akan menjaga kita? Ini menakutkan dan membingungkan, tampaknya bukan hanya bagi saya, tetapi juga bagi para murid. Dengarkan lagi ayat enam dari Injil, “Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya.” Apakah Saudara bisa mengerti? Apakah kita paham?
1 Petrus 2: 21 memegang kunci untuk memahami semua ini - “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” Yesus menderita untuk kita; kita dipanggil untuk menderita bagi orang lain. Ini adalah tema yang berulang yang disampaikan Yesus. Sang Bapa telah mengutus Aku, sekarang Aku mengutus kamu. Aku memaafkan kamu, kamu memaafkan orang lain. Aku memberi makan kamu, kamu memberi makan orang lain. Aku menyembuhkanmu, kamu menyembuhkan orang lain. Aku menderita untuk kamu, kamu menderita untuk orang lain. Aku menggembalakan kamu, kamu menggembalakan orang lain.
Sudah terlalu lama kita telah membaca pelajaran Injil hanya dari hanya satu sudut pandang. Namun ada cara lain untuk membacanya, yaitu dengan memandang bahwa dunia, yang "hilang", dunia orang lain yang terluka, lapar, bingung, tertindas, dan dimangsa adalah domba. Sementara kita adalah para gembala yang dipanggil untuk menjadi gembala bagi dunia. Bukan dunia dalam arti secara luas. Mungkin kita bukan orang hebat yang mampu untuk jangkauan yang jauh. Kita mulai dengan setiap orang yang kita temui dan kita jumpai. Di tempat kerja kita, di halaman tetangga kita.
Hal itu memang bukan panggilan yang mudah. Namun hal itu merupakan panggilan yang sangat jelas, yakni panggilan untuk "hidup berkelimpahan." Kehidupan yang berlimpah dengan peduli dan merawat orang lain, terutama bagi mereka yang diaggap tidak penting bagi orang lain. Kehidupan yang kaya dengan rasa keprihatinan terhadap mereka yang menderita dan mau menderita untuk yang menderita, karena mereka dan untuk mereka.
Ada dunia yang penuh dengan orang yang terluka dan membutuhkan pertolongan saat berjalan melalui lembah kekelaman di hari ini. Apakah Saudara akan mengambil gada Saudara dan tongkat Saudara serta mau berjalan bersama mereka? Akankah Saudara melepaskan kenyamanan Saudara demi mereka yang membutuhan? Akankah Saudara berani menderita agar penderitaan mereka berakhir? Maukah Saudara membantu Yesus menggembalakan dunia? Amin.
Sumber : Kotbah Jangkep GKJ